Rabu, 28 Mei 2014

MENGENAL DRAMA DAN TEATER


1. Pengertian Drama dan Teater
Dalam  Kamus  Umum  Bahasa  Indonesia  atau  KUBI  yang  disusun  oleh W.  J.  S.  Poerwadarminta  (Balai  Pustaka,  1976:258),  istilah  drama  berasal  dari  Eropa  dan diartikan dalam dua pengertian, yakni: a)  Cerita sandiwara yang mengharukan; lakon sedih
b) Merupakan kiasan peristiwa  yang ngeri  atau menyedihkan. (Ingatlah setiap peristiwa  yang  sering dianggap didramatisir  tidak  jarang  karena  situasinya yang menyedihkan).
Seni drama sebagai turunan istilah itu merupakan seni mengenai sandiwara atau  cara menjalankan dan menulis lakon. Jika mengikuti pengertian itu drama dapat disimpulkan  sebagai  cerita  lakon dan  lakon  cerita  yang menggambarkan  suatu peristiwa  yang  menyedihkan  atau  mengerikan.  Kemudian  untuk  memahami lebih  jauh,  drama  bertolak  dari  sebuah  bentuk  cerita  yang  dituliskan  sebelum dilakonkan.  Jadi  ada  drama  yang  disebut  sebagai  naskah  dan  ada  juga  yang dianggap sebagai lakon itu sendiri berdasarkan naskah.
Pengertian  drama  dari  versi  lain  adalah perbuatan  di  atas  panggung  (to  do,  to dran)  dan  bentuknya  (draomai).  Tentu  yang  berbuat  di  atas  panggung  untuk mewujudkan  bentuk  itu  adalah  pemain  drama.  Tuntutan  bagi  seorang  pemain drama  sesuai dengan perkataan William Shakespeare  (pengarang drama klasik Inggris) dengan kalimat: Sesuaikan perbuatan dengan kata, dan kata dengan perbuatan.  Para  pemain  drama  dapat  dianggap  melebihi  seorang  pahlawan karena mewujudkan sebuah cerita lakon di atas panggung.
Seorang Maxim Gorki (pengarang  Rusia)  kelihatan  sinis  kepada  para  pahlawan  dengan  kalimatnya: Memang,  ia seorang pahlawan,  tetapi  ia  tidak dapat bercerita  (Luxemburg dkk,  1986:158).  Dalam  kaitan  drama  sebagai  cerita  lakon  atau  naskah kategorinya masuk dalam sastra drama. Namun dalam kaitannya dengan  lakon cerita dapat menjadi pintu masuk ke dalam teater.
Lalu  bagaimana  dengan  teater?  Awalnya  teater  diartikan  dari  kata  teatron(bahasa  Yunani)  dengan  pemahaman  atas  sebuah  tempat  pertunjukan  yang kadang bisa memuat sekitar 100.000 penonton (N. Riantiarno, 2003:7). Tempat pertunjukan  itu  mungkin  berupa  lapangan  terbuka  (out-door)  atau  stadion. Namun akhirnya dapat mencakup sebuah gedung (in-door) seperti bioskop atau gedung khusus yang dirancang untuk tempat pertunjukan.
2. Drama sebagai Teater
Drama dan teater bisa sulit dibedakan dalam praktik. Namun secara teoritis dan sejarah  keduanya  harus  dibedakan.  Mungkin  drama  dipentaskan  di  sebuah teater. Sehingga teater itu merupakan bagian yang dibutuhkan oleh drama. Lalu  apakah  drama  itu  merupakan  teater  atau  teater  merupakan  drama? Pertanyaan  yang  mungkin  sering  dilontarkan.  Jawabannya  dapat  dihantarkan dengan sederhana dengan menjelaskan drama sebagai teater.
Drama sebagai teater tentu saja maksudnya adalah peristiwa yang mencakup isi  yang  ditampilkan  (dengan  naskah  atau  tanpa  naskah),  pemain  yang  tersedia (aktor/aktris), tempat yang dikondisikan serta dengan dukungan artistik secara fisik  dan  melekat  untuk  kebutuhan  panggung  (gedung  atau  luar  gedung). Dukungan  artistik  itu  berupa  tata  rias  (make-up),  tata  lampu  (lighting),  tata panggung  (setdecoration),  tata musik  (composition).
Tentu saja seperti  lakon cerita  dalam  drama,  teater  kadang  kala  membutuhkan  penyutradaran (direction)  atau  dramaturgi.  Peristiwa  teater  dapat  bersifat  dramatis, mengharukan  dan  mengerikan  seperti  yang  dihantar  pada  awal  pemahaman tadi.  Namun  peristiwa  teater  tidak  selalu  terikat  lagi  dengan  situasi  dramatis demikian. Semua  jenis tontonan, baik yang sedih, gembira,  lucu, gila-gilaan, dan lain-lain dianggap bersifat teaterikal. 
Menurut  perkembangannya  secara  umum  sampai  sekarang  teater  mengalami berbagai  tahap  kasar  dalam  bentuknya  sebagai  tontonan.  Sampai  sekarang teater dapat dilihat bentuk-bentuknya yang semakin berkembang atau berubah dari  bentuk  awal. 
Bentuk-bentuk  drama atau teater  dapat  disampaikan  sebagai berikut.
a)  Teater sebagai  Upacara (primitif, agama, kenegaraan)
b)  Teater sebagai Permainan (meniru hewan-hewan  tertentu, petak umpet, “jembatan tapanuli”, alip-alipan, dan lain-lain)
c)  Teater  Sebagai  Tontonan  (opera,  pertunjukan  sendratari,  sepak  bola, garapan drama-modern)
d)  Teater  dalam  Peristiwa  (televisi,  sinetron,  filem,  dan  media  elektronik lainnya)
e)  Teater  dalam  Kenyataan  Sosial  (penipuan,  intrik  politik,  bencana,  dan lain-lain)             
Jenis atau bentuk drama, teater atau seni peran yakni:
  1. Tragedi : Kisah yang akhir ceritanya berujung dengan kesedihan.
  2. Komedi : Kisah yang penuh tawa dan kegembiraan.
  3. Tragikomedi : Gabungan antara tragedi dan komedi
  4. Melodrama : Kisah yang sepanjang cerita beurai air mata/sedih diiringidengan musik  yang menyayat.
  5. Farce : Kisah yang pementasannya memilih gerak yang tidak biasa bahkan berlebihan dan tidak wajar seperti bentuk-bentuk gerak karikatural.
  6. Parodi : Kisah yang berdasarkan fakta tapi diputarbalikan dg maksud agar menjadi bahan tertawaan.
  7. Satir : Kisah yang berisi cemoohan atau ejekan atau disajikan banyak kegetiran.
  8. Musikal : Kisah yang seluruh ceritanya diiringi oelh musik dan nyanyian.
  9. Opera : seluruh lakon dinyanyikan oleh para pemerannya lengkap dg orkestra.
Aliran dalam seni peran yakni:
  1. Klasik : Seni peran yang mengikuti aturan pemeranan yang ketat.
  2. Neoklasik  : Seni peran yang lebih berdasarkan adanya hubungan sebab akibat.
  3. Romantisme : Seni peran yang berkisah tentang manusia dan seluruh persoalannya sehingga manusia dapat menentukan nasib dan masa depannya sendiri.
  4. Realisme : Seni perang yang menyajikpan kehidupan sehari-hari dalam menghadapi kehidupan di dunia.
  5. Simbolisme : Seni peran yang banyak menyajikan simbol-simbol yang ditafsirkan kembali dari kenyataan yang tampak dalam kehidupan sehari-hari.
  6. Ekspresionisme : Seni Peran yang menafsirkan ulang sebuah kenyataan atau realisme dengan penggalian karakter yang lebih detail.
  7. Epik : Seni Peran yang dikembalikan pada bentuk dan kekuatan teatrikalnya
  8. Absurd : Seni peran atau teater yang berupaya mencari terus menerus tentang kebenaran dan tidak ada kebenaran yang mutlak ditemuinya sehingga seolah-olah Manusia menjadi tuhan bagi dirinya sendiri.
3. Unsur-unsur Teater
Prasyarat  utama  itu merupakan  unsur-unsur  teknis  yang  harus  diperhatikan. Berikut adalah unsur-unsur teater secara umum.
a)  Seni Peran
Seni  peran  sebagai  unsur  utama  menjadi  citra  penting  untuk  menjaga keberlangsungan  sebuah  teater.  Teater  tanpa  seni  peran  menjadi mustahil kalau mau bicara dan beraktivitas melalui teater. Tentu saja seni peran itu dilakukan oleh para personil seperti pemain, aktor, atau aktris. Teori  seni peran bertujuan untuk kepentingan  lakon  yang diatur  secara dramatis  atau menarik. Pemain atau aktor dapat menggali seni peran itu melalui  berbagai  cara  di  luar  arahan  sutradara.  Seni  peran  dijiwai  dari suatu  pemikiran,  konsep,  bahan  peran  (seperti  cerita,  teks,  naskah), teknis, dan adaptasi ke tempat permainan. Teori seni peran juga memiliki macam-macam  aliran,  seperti  realisme,  karikaturis,  gaya  pantomim, absurd, dan lain-lain. Pemahaman atas aliran atau gaya itu sering menjadi bahan  pembicaraan  antara  pemain  atau  aktor/aktris  dengan  sutradara. Elemen  penyutradaraan  tidak  mungkin  mengabaikan  persoalan  aliran dalam teater.
b)  Seni Panggung
Seni panggung merupakan unsur penting kedua untuk sebuah peristiwa teater.  Seni  panggung  mencakup  tempat  pertunjukan  atau  pentas, dekorasi atau setting  panggung secara visual atau simbolik, kelengkapan artistik  seperti  lampu atau  cahaya. Selama peristiwa  teater berlangsung di  atas  panggung  kostum  dan  rias  secara  visual menjadi  bahagian  dari seni  panggung  itu  sendiri.  Kostum  dapat  terdiri  dari  pakaian  dan  alat yang  digunakan  pemain  selama  permainan.  Dalam  upacara  primitif kostum  sering  tidak  ditonjolkan.  Sebaliknya  dalam  upacara  agama, kostum  selalu  diperhatikan  secara  simbolik  sebagai  tanda  kebesaran. Dalam garapan teater sebagai tontonan kostum sering membedakan para pemain secara visual.  Itu sudah  terkondisi dan harus  terjadi. Bayangkan kalau dua kubu dalam permainan sepak bola dengan kostum yang serupa, pasti berabe!
 c)  Seni Gerak
Seni gerak memperkaya seni peran dalam  teater. Bahkan dapat menjadi satu  kesatuan,  seperti  yang  dilakukan  dalam  opera  dengan  musik  dan sastra.  Seni  gerak menyangkut  koreografi  atau  garapan  tari  yang  dapat mendukung dan menajamkan permainan secara artistik.
d)  Seni Musik
Seni  musik  di  dalam  teater  dapat  bersifat  fleksibel  dan  kadangkala dianggap  sebagai  pengiring  saja.  Namun  garapan  musik  dalam  teater tidak  boleh  dikatakan  terpisah  dan  dilakukan  semaunya  saja. Kalau  hal itu  terjadi,  ia  hanya  semakin  merusak  pertunjukan  teater  itu  sendiri. Pelaku musik  dalam  teater  harus mengerti  teater  itu  sendiri  dan  tidak harus ahli musik secara umum.
e)  Seni Sastra/Naskah
Di  tataran  kecil,  seni  sastra  dapat  menjajah  permainan  teater  karena ketergantungannya  kepada  naskah.  Namun  seni  sastra  tidak  mungkin dilepaskan  dari  teater  yang  menampilkan  seni  perannya  secara  verbal atau menggunakan dialog dalam bentuk kalimat atau susunan kata-kata. Seni  sastra  dalam  teater  seperti  partitur  dalam  konser  musik  klasik. Namun diwujudkan kembali melalui bentuk hafalan dan penghayatan  isi naskah. Dialog-dialog yang dilontarkan pemain atau aktor/aktris selama penampilan  mereka  bahannya  dapat  dihafal  dan  diambil  dari  naskah. Namun  ada  juga  dialog-dialog  yang  bersifat  spontan  atau  tanpa mengandalkan  naskah.  Penampilan  teater-teater  rakyat  seperti  Opera Batak,  Lenong,  Ketoprak,  dan  lain-lain  naskah  tidak  diperlukan  lagi karena para pemainnya dapat secara spontan menciptakan dialog di atas panggung.
f)  Non-Artistik atau Pengorganisasian Produksi Pertunjukan
Unsur–unsur  seni  dalam  teater  menjadi  kategori  yang  diperhatikan secara  intens  dalam  proses  membentuk  pertunjukan  teater.  Setelah proses menemukan bentuk pertunjukan  selesai, non-artistik merupakan kategori  pelengkap  untuk  membuat  suatu  pertunjukan  teater  berhasil. non-artistik menyangkut sistem produksi dan promosi untuk mengajak para penonton datang dan hadir melihat pertunjukan  teater. Tentu non-artistik memerlukan personil yang mengetahui sistem-sistem  itu, seperti personil  yang  dibutuhkan  dalam  penggarapan  unsur-unsur  seni  tadi dalam teater.
 4. Lakon dan Pemeranan
Yang dimaksud dengan  lakon adalah seni peran  itu sendiri. Seni peran (the art of  acting) merupakan  nyawa  dalam  teater.  Jerry  Grotowsky  (teaterawan  dari Polandia) melalui  konsep  Teater Miskin-nya  pernah membuat  adagium  teater tanpa naskah, tanpa sutradara, tanpa kostum, tanpa  lampu, tanpa dekorasi, dan tanpa  musik  masih  dapat  berlangsung;  namun  tanpa  penonton?  Setidaknya dibutuhkan  satu  orang  penonton.  Yang  sangat  tidak  mungkin  adalah  tanpa pemain  atau  pelaku  seni  peran  itu.  Jadi  lakon  dan  pemeranan  itu  menjadi sekaligus faktor utama dalam berteater.
Membangun  lakon dan pemeranan harus melihat  syarat-syarat  mendasar  dari  isi  yang  akan  dilakonkan  dan diperankan.  Syarat-syarat  tersebut  dikaitkan  dengan tubuh, suara, dan imajinasi pemerannya. Banyak  pendekatan  yang  dilakukan  untuk  membangun lakon  dan  pemeranan.  Namun mengikuti  Eka  D.  Sitorus (2002:iii)  ada  dua  pendekatan  seni  peran  atau  akting  dirumuskan, yakni: Pendekatan Akting Representasi yang dicontohkan melalui cara-cara yang dilakukan oleh Benoit Constant Coquelin (1843–1909) dan Sarah Bernhardt (1844–1924)  serta  Pendekatan  Akting  Presentasi    yang  dicontohkan  melalui cara-cara Konstantin S. Stanislavski  (1863-1938) dan Eleonora Duse  (1858-1924).
Pendekatan  Akting  Representasi  adalah  proses  di  mana  si  aktor  menentukan lebih  dahulu  tindakan-tindakan  yang  dilakukan  karakter  yang  dimainkannya. Secara  sengaja  dia  memperhatikan  bentuk  yang  diciptakan  sambil
melakukannya  di  atas  panggung. 
Sementara  Pendekatan  Akting  Presentasi adalah  pengutamaan  identifikasi  antara  jiwa  si  aktor  dengan  jiwa  si  karakter, sambil memberi  kesempatan kepada  tingkah  laku untuk berkembang. Tingkah laku  yang  berkembang  ini  berasal  dari  situasi-situasi  yang  diberikan  si  penulis naskah (idem, 22-29).
Kedua  pendekatan  itu  mungkin  bisa  divariasikan  dengan  cara  memperdalam keduanya  oleh  seorang  aktor  melalui  proses  latihan  dan  transformasi  yang dilakukan  dalam  penyutradaraan.  Saya  kira  para  sutradara  terkenal  seperti Brecht  (teater  realisme),  Grotowsky  (teater  miskin),  dan  Peter  Brook  (teater interkultural)  mengadopsi  dua  pendekatan  itu  untuk  kepentingan  sistem pelatihan lakon, perkembangan keaktoran, dan penyutradaran mereka lakukan.
5. Teknik Bermain Teater
Lepas  dari  sistem penyutradaraan  dan  sutradara  sistem  pelatihan  lakon  dapat dibangun  secara  teori  dan  praktik  melalui  sejumlah  teknik  dan  pendekatan tubuh pemain atau aktor/aktris. Pola umum dari  teknik  seni peran  terdiri dari tiga (3) pola, yaitu:
a)  Melontarkan contoh kalimat atau dialog, baru bergerak
b)  Bergerak duluan, baru mengucapkan kalimat atau dialog
c)  Simultan keduanya
Dalam memilih dan melaksanakan salah satu pola  itu teknik bergerak diwarnai oleh gerakan tubuh melalui perpindahan (movement), diam (static) dan sambil memainkan  alat  tertentu  dalam  lakon  yang  dimainkan  (business).  Pola  dan ketrampilan tubuh pemain atau aktor/aktris tentu saja harus dilengkapi dengan kekuatan  dan  kreativitas  tubuh.  Kekuatan  dan  kreativitas  tubuh  pemain  atau aktor/aktris  ditemukan  melalui  berbagai  latihan  tubuh  secara  internal  dan eksternal.  Tubuh  secara  internal  tentu  saja  dikaitkan  dengan  kesehatan  aktor secara  fisik  dan  psiko-kognitif.  Sedangkan  tubuh  secara  eksternal  adalah kemampuan beradaptasi di luar diri untuk kepentingan lakon.
Ada banyak cara untuk melatih tubuh secara  internal, yaitu dengan  latihan fisik seperti  olah  tubuh,  gymanstik,  suara,  pernafasan.  Sedangkan  latihan  psiko-kognitif dapat dilakukan melalui latihan konsentrasi, meditasi, yoga, membaca.  Ada banyak  teknik-teknik dan  contoh melakukan  latihan-latihan  tersebut  yang bisa  dilakukan  pemain  atau  aktor/aktris  sesuai  dengan  kemampuan  dan kecocokannya.
Namun  tentu  saja  dicocokkan  terhadap  kesiapan  kondisi  tubuh itu  sendiri dan kemauan bereksperimen atas  tubuh keaktoran. Seorang pelatih untuk  tubuh  secara  internal  tidak  selalu  seorang  sutradara,  karena  bagian sutradara  adalah  tubuh  secara  eksternal.  Pelatih  tubuh  secara  internal  bagi seorang  pemain  atau  aktor/aktris  adalah  diri  sendiri  setelah  menyerap kemungkinan-kemungkinan  dari  suatu  latihan  dan  pelatihan.  Lalu  kebiasaan berlatih akan menjadi pintu penemuan tradisi seorang pemain atau aktor/aktris dalam setiap memainkan lakon. Setelah itu dia dapat berlatih dan berlatih terus menerus  dalam  keliatan  tubuhnya  dan  kemurahan  untuk  berbagi  (sharing) kepada  penonton  dan  generasi  baru  yang  ingin  memanfaatkan  teater  dalam perkembangan kemanusiaan.
DASAR-DASAR SENI PERAN
OLAH TUBUH, VOKAL, SUKMA, PEMBUATAN NASKAH
1. Praktik  kesiapan  dan  ketahanan  organ-organ  pendukung  tubuh  sebagai media utama berteater dengan pemanasan atau stretching
2. Melatih pernafasan
3. Melatih vokal dan konsonan
4. Melatih teknik vokal dalam kaitan pola pernafasan
5. Latihan daya ucap (artikulasi)
6. Latihan suara artifisial
7.  Melatih imajinasi
8. Melatih gerak tubuh dengan gestur status, dinamis, pantomim, menari, maupun yoga
OLAH SUKMA
  1. Meditasi
  2. Manajemen Emosi : datar, naik, turun, campuran atau berkelok.
  3. Teknik Penggalian karakter tokoh/prep: Bentuknya (antagonis, protagonis, campuran, serius, karikatural, comedían dsb)
  4. Teknik memasuki peran karakter atau  tokoh: mimesis/meniru, metamorfosis/melahirkan kembali, campuran.
OLAH PERNAFASAN
Teknik pernafasan dada
Teknik pernafasan perut atau diafragma
OLAH VOKAL
  1. mengenal posisi huruf vokal dan konsonan
  2. teknik pengucapan vokal dan konsonan
  3. teknik mengeluarkan huruf bersambung
  4. teknik mengucapkan dialog perkalimat
OLAH PERAN
  1. mempelajari naskah/cerita
  2. Pengkarakteran
  3. Reading/membaca dengan karakter
  4. Olah gerak
  5. Olah dialog (intonasi, jeda, penggalan kata-kalimat, sahut-menyahut).
PEMBUATAN NASKAH
  1. Pencarian ide (membaca buku, melihat fenomena sosbudpolhukam, acara tv dll)
  2. Membuat cerita/naskah (berlatih kata bersambung, deskripsi latar, tokoh dll, tangga dramatik , pendahuluan, pengantar, konflik, klimaks, antiklimaks, suolusi, penutup, menyusun dialog, menyusun alur/plot.)
  3. Menyusun kerangka cerita/naskah. (awal cerita/pendahuluan, deskripsi latar, setting, lampu teknik muncul, deskripsi tokoh, sebab-akibat/calon/bibit konflik, konflik, kilmaks konflik, anti klimaks, solusi penutup)
  4. Penulisan naskah.
MANAJEMEN PEMENTASAN 
LATIHAN  LAKON CERITA
1. Memilah  cerita  yang  dianggap  lebih  sulit  atau  lebih  mudah  untuk dipentaskan
2. Menampilkan sosok tokoh yang diperankan secara terpisah
3. Mempertemukan sosok tokoh itu dalam situasi non-cerita dan cerita yang diperankan
LATIHAN PENGUASAAN PANGGUNG
  1. Teknik muncul
  2. Teknik Moving/bergerak
  3. Teknik blocking atau penemtapan posisi
  4. Teknik menggunakan aksesoris atau properti panggung
  5. Teknik mengenal setting/latar, audio/suara, ligthing/tata lampu
  6. Teknik penyelarasan musik dan gerak
  7. Adaptasi panggung
LATIHAN MENGENAL SETTING/LATAR, DAN TATA LAMPU
  1. Membuat sett
  2. Membuat property
  3. Membuat aksesoris
  4. Mengenal semua bahan
  5. Mengenal kegunaan dan fungsi
  6. Mengenal warna, bentuk, bahan tata letak
  7. Mengenal tata lampu
LATIHAN TATA RIAS DAN KOSTUM
  1. Mengenal bahan, bentuk, kegunaan dan fungsi kostum
  2. Mengenal teknik pembuatan dan pemakaian
  3. Mengenal bahan, jenis, kegunaan kosmetik
  4. Mengenal cara pemakaian kosmetik
  5. Mengenal bentuk tata rias karakter wajah dan tubuh
MANAJEMEN PRODUKSI PEMENTASAN TEATER
  1. Pencarian ide pementasan dan naskah
  2. Pembentukan tim produksi (Pimpinan produksi, sekretaris, bendahara, direktur artistik, produser, bagian-bagian atau seksi)
  3. Persiapan produksi
-          Pimpro (menyiapkan proposal, perijinan, kerjasama dll).
-          Direktur artistik (penyutradaraan, casting pemain, koordinator pemain, koordinator latihan, penata musik, latihan, runtrue, harmonisasi musik, tata lampu, setting, runtrue, gladi kotor, gladi bersih, pentas, evaluasi)
PEMENTASAN & EVALUASI  
  1. Persiapan (tempat, ijin, kerjasama, promosi, iklan, undangan, acara)
  2. Artisik (stage manajer, kostum, tata rias, pemain, setting, lampu, perlengkapan).
  3. Acara pendukung kalau ada
  4. Pementasan dan evaluasi

0 komentar:

Posting Komentar